Kain dan Perjalananku dalam Memperkenalkan Batik Tulis Madura


Betapa kayanya negeri tercinta ini. Budayanya, tradisinya, keseniannya bahkan pusaka batiknya yang menggemparkan dunia. Ragam daerah dan wilayah, meskipun itu hanya beda batas wilayah, maka ragam pula jenis batik dan kisah yang tercantum dalam setiap lukisan di batik tersebut. Tak perlu ragulah. Indonesia itu kaya bahkan lebih kaya dari negara lain. Lihat saja kepulauan yang terbentang luas yang terpisah oleh lautan. Itu menandakan indahnya Indonesia. Seperti dalam semboyannya Bhinneka Tunggal Ika. Dalam separuh perjalanan negara ini kini batik mulai dikedepankan. Sejak banyak sekali kebudayaan kita yang dengan sengaja dipatenkan dan diakui oleh negara lain tak terkecuali batik. Sebelum pusaka yang satu ini diakui, selayaknya kita mematenkannya terlebih dahulu.

Batik.. sebuah karya seni dan budaya yang Indonesia miliki adalah maha karya yang tak ternilai harganya. Batik adalah warisan budaya kita, disanalah nenek moyang kita dengan keterampilan tangannya berkreatif melukis dan merangkai batik dengan tetesan tinta yang beragam warnanya hingga menjadi benda yang cantik, unik dan indah bahkan bisa kita kreasikan menjadi bahan pakaian/fashion. Batik merupakan salah satu kekayaan tradisional Indonesia yang harus dilestarikan sebagai ciri budaya bangsa Indonesia. Batik adalah sesuatu yang unik yang hanya bangsa kita saja yang memiliki dan tidak dimiliki oleh bangsa lainnya. Batik sekarang tidak hanya dipakai sebagai pakaian resmi dalam acara-acara kehormatan saja, namun batik bisa digunakan dimana dan kapan saja entah saat jalan-jalan, saat ngemall, saat makan, saat bersilaturrahmi, saat ke luar negeri atau saat-saat yang lain. Batik sudah menjadi sebuah budaya dan tradisi dalam keseharian masyarakat kita. Bila kita memakai batik di negara lain itu adalah sebuah penghormatan bahwa bangsa kita mempunyai ciri dan budaya yang khas dan unik. Apalagi kalau batik digunakan di negeri sendiri adalah sebuah kebanggaan dan kekompakan yang patut diterapkan.

Sebagai warga timur khususnya Madura. Batik menjadi salah satu mata pencaharian di kota saya. Sekarang ini Batik Tulis Madura mulai banyak dicari. Saya cinta dengan batik buatan daerah saya. Kecintaan saya terhadap batik adalah sebuah rasa pengakuan dalam diri bahwa saya adalah orang Madura yang masih masuk dalam wilayah Indonesia. Kecintaan yang akan terus saya tanamkan dalam jiwa, meskipun saya tahu masih banyak orang yang meremehkan sebuah kain batik. Terutama batik tulis yang benar-benar dibuat dengan kreatifitas dan keahlian jemari dalam merangkai setiap tetesan tinta di dalam selembar kain. Perpaduan warna yang menciptakan hasil yang begitu indah dan elegan. Itulah jiwa seni yang patut dipelajari agar kreatifitas pembuatan batik tulis ini tidak hilang dimakan jaman.

Sebagai pecinta batik, banyak hal yang saya lakukan. Saya adalah perantau di negeri orang. Di kota yang benar-benar katanya kejam. Ya itulah kota Jakarta. Sejak merantau di Jakarta inilah, perjalananku dengan batik daerahku dimulai. Bermula dari seorang saudara saya yang kala itu menjual kain batik tulis Madura di Jakarta dan laku berkodi-kodi. Akhirnya saya mencoba memberanikan diri saya untuk memperkenalkan budaya asal saya sendiri. Berhubung Jakarta adalah kota yang majemuk, dimana semua etnis dan suku berkumpul dalam satu kota, dan tak ketinggalan juga banyak orang Madura yang tinggal. Demi kecintaan saya kepada batik, lalu setiap pulang kampung ke Madura saya selalu membawa kain batik tulis Madura yang hanya berupa lembaran kain saja selebar 2 x 1.1 meter. Tidak hanya satu lembar saja yang saya bawa bahkan bisa satu kodi (20 lembar). Bayangkan saat itu saya membawa 1 kodi ke Jakarta yang saya letakkan dalam satu koper kecil. Satu koper saja semuanya berisi kain batik tulis Madura. Tidak hanya kain saja yang saya bawa, baju/hem batik cowok dengan ukuran dan motif yang berbeda pun saya bawa juga. Terasa berat memang membawa kain sebanyak ini. Tapi tak apalah. Toh ini demi tekad saya memperkenalkan batik kepada warga di Jakarta. 

Saya ketika berburu kain batik tulis di pasar daerah saya di Madura  (foto milik Fania Surya)

Kain Batik Tulis Madura dengan beragam corak dan warna (foto milik Fania Surya)


Perjalanan untuk memperkenalkan batik saya mulai. Meskipun perjalanan ini membutuhkan kreatifitas dalam marketing penjualan, tapi berhubung ilmu marketing belum saya punyai, rasa percaya diripun tetap saya tonjolkan. Berbagai keunggulan batik tulis saya ungkapkan pada mereka. Segala rayuan agar mereka membeli pu sudah saya ungkapkan. Ah... sayang beribu sayang. Teman-teman kantor saya banyak yang tidak tertarik dengan batik yang hanya berupa kain. Sebagian besar dari mereka mengatakan bahwa mereka malas untuk menjahitnya. Lebih senang dalam bentuk jadinya saja, misal atasan atau dress. Padahal daerah saya tidak memproduksi bahan jadi, karena kebanyakan berupa kain saja. Inilah yang menjadi pemikiran saya untuk kedepannya. Sebab kalau kain  batik tulis sudah dibuat bahan jadi, maka harganya tentu lebih mahal terutama kalau sudah ada di butik-butik. Batik tulis itu beda dengan batik cap cara pembuatannya. Tentunya lebih murah batik cap. Pembuatan batik tulis membutuhkan keterampilan dan jangka waktu yang lama sampai berhari-hari mulai dari mendesainnya, membatik, memberi motif, mewarnai, mencelup hingga mencucinya bisa dilakukan berulang-ulang kali. Bahan bakunya juga kebanyakan dari bahan alami yang mudah didapat di alam. Sehingga proses pembuatannya sebanding dengan harga pembuatannya. Maka jangan heran kalau kain batik tulis itu lebih mahal. 
Salah satu Kain Batik Tulis Madura yang mahal karena dicelup beberapa kali (foto milik Fania Surya)

Bahkan saat itu ada yang bilang,” Kenapa mahal sekali?”. Rasa sedih merelung dalam jiwa saya. Selain kain batik tulis yang saya bawa tidak laku, kesedihan lainnya adalah saya rasa mereka tidak memahami sebuah karya seni daerah. Mereka hanya bisa mengatakan mahal tanpa melihat sebuah proses bagaimana kain itu dibuat. Mereka hanya melihat selembar kain yang bercorak-corak dan seperti tidak memiliki harga. Ah…sebegitukah cara berpikir masyarakat kita akan sebuah kain batik tulis. Ah…. miris dan sedih.

Perjuanganku tidak hanya sampai disini. Saya coba memutar otak, saya tawarkan kepada pegawai-pegawai abdi negara. Bersyukurlah.. ternyata masih ada diantara orang-orang ini yang masih menghargai sebuah karya seni batik tulis. Meskipun hanya berupa kain tapi mereka sangat antusias sekali membeli batik yang saya bawa. Harga yang mahal bagi mereka tidak masalah karena mereka tahu memang harga kain batik tulis itu mahal tapi kualitasnya oke punya apalagi kain yang sudah mengalami beberapa pencelupan dan semakin lama dicuci, warnanya semakin bagus. Kain yang seperti ini bisa sampai jutaan rupiah. Sebuah seni memang sebanding dengan harganya. Bersyukurlah mereka menyukai batik dan menghargai sebuah seni. Seni bukanlah sesuatu yang murahan. Tapi seni mahal harganya. Namun terkadang banyak diantara kita yang meremehkan tentang seni itu sendiri.

Penawaran kala itu memberikan hasil yang memuaskan. Hampir semua kain batik tulis yang saya bawa habis dan dibeli oleh para abdi negara itu. Syukur alhamdulilah saya ucapkan. Saya tak henti berjuang lagi. Memperkenalkan batik tulis Madura ini kepada dunia. Hasil penjualan sih tidak seberapa hanya beberapa perak saja. Tapi kegembiraanku atas penjualan kain yang lumayan banyak, menjadi sebuah prestasi dan kepuasan batin tersendiri bahwa saya senang mereka bisa melihat arti dari selembar kain. Melihat mereka yang membeli, lalu menjahit kainnya dan dipakai di hadapan saya saja, senangnya bukan main. Bahkan pujian pun tak hentinya saya berikan. Tidak hanya saya saja yang memuji, tetapi teman-teman mereka juga. Kain batik tulis Madura saya cantik dan bagus kalau sudah jadi baju. Benar kan apa kataku?  Kain batik tulis Madura itu keren.

Meskipun masih ada sisa kain dari penjualan, sisanya yang tinggal berapa lembar saja, saya simpan sendiri. Jika saya menginginkannya untuk dijahit, akhirnya saya jahitkan ke tukang jahit sesuai dengan desain dan selera saya. Saya pakai ketika ke kantor atau mengunjungi acara-acara resmi, bahkan ketika jalan-jalanpun saya tetap memakai batik. Sedangkan bila ada pernikahan teman, seringkali kain batik tulis itu saya jadikan kado, agar menjadi pengingat dan kenangan untuk teman yang saya kadoi. Sekaligus untuk memperkenalkan seni daerah saya kepada mereka.  

Kain Batik tulis Madura koleksi saya sendiri (Fania Surya)

Pernah suatu hari, ketika kain batik tulis Madura yang saya jahit sudah jadi dan saya pakai ke kantor. Apa respon teman-teman saya? Mereka begitu kagum dengan hasil jadinya. Mereka tak menyangka. Bahwa dari sebuah kain menghasilkan gaun yang indah dan bagus. Saya hanya bisa tersenyum saja. Saya tak perlu menawarkan lagi kain-kain batik tulis Madura ke kantor saya lagi. Tapi cukup dengan memamerkan hasil jadinya kepada mereka. Alhasil... sebuah karya cipta yang tampak dimata akan menjadi sebuah kekaguman yang tak bisa diungkapkan. Itulah karya nyata yang sebenarnya. 

Saya dan kain batik tulis Madura ketika jalan-jalan di Malang (foto milik Fania Surya)
Saya dan kain batik tulis Madura ketika jalan-jalan ke Monas (foto milik Fania Surya)
saya dan kain batik tulis Madura ketika jalan-jalan ke Kota Tua (foto milik Fania Surya)

Karya cipta saya diakui oleh mereka yang tadinya merasa enggan. Tak berapa lama, kain batik tulis yang tadinya diremehkan, akhirnya mereka mulai mengakuinya. Mereka mulai memesan membeli dan memborong batik saya. Alhasil, saya mulai memesan lagi kain batik tulis Madura langsung dari pengrajin batik di Madura. Meskipun jarak jauh yang harus ditempuh dan harus menghabiskan ongkos kirim yang tak sedikit. Tapi demi tekad saya menjual dan memperkenalkan batik Madura saya lakukan. Sebuah keuntungan bukanlah hal yang saya capai. Tapi sebuah kelestarian suatu seni daerahlah yang ingin saya tampakkan dan tak peduli jika orang  lain meremehkan. Tapi demi kecintaan saya kepada Indonesia. Saya harus mencintai batik daerah saya sendiri.

Tak hanya itu, bahkan ada yang ingin bekerja sama dengan saya untuk membuat butik batik tulis di Jakarta. Ah... perjuangan yang lama untuk mencapai ini semua. Meskipun ini hanyalah sebuah awal dari sebuah pencapaian. Tapi kepuasan tidak hanya sampai disini.

Kapan lagi saya bisa memperkenalkan seni dari daerah saya. Pusaka batik yang nantinya akan diwariskan kepada anak cucu saya. Meski sebagai warga perantau di kota Jakarta ini, saya tak ingin anak cucu saya melupakan asal daerah dan seni budayanya. Saya tak ingin mereka melupakan asal usulnya. Siapa yang akan melestarikan seni batik ini kalau bukan dari diri kita sendiri. Jangan hanya mengandalkan pemerintah saja, justru kitalah yang menjadi pendorong terhadap kelestarian pusaka negeri tercinta ini.

Sebagai warga yang baik. Hargailah apa yang kita punya. Lestarikan setiap jejak seni yang kita miliki. Karena itulah jejak perjuangan kita yang tak kenal waktu. Mari kita lestarikan batik nusantara. Jejak nafas kita untuk masa depan generasi mendatang.



3 komentar

Dwi Puspita mengatakan...

wah..lengkap banget mbak ulasannya tentang kain madura ini... :)

FaniaSurya mengatakan...

Terima kasih... 😊

FaniaSurya mengatakan...
Komentar ini telah dihapus oleh pengarang.