Narman, Si Penerang Teknologi Digital Bagi Kesejahteraan Masyarakat Baduy

Sebuah Desa yang asri dan jauh dari peradaban kota mampu menarik perhatianku selama ini. Desa yang begitu asri dan adat istiadat yang masih kental terasa menyejukkan jiwa. Di sinilah di Desa Kanekes, sebuah desa di wilayah adat orang Baduy. Sebuah Desa yang masuk dalam Kemantren Cisimeut, Kecamatan Leuwidamar, Kabupaten Lebak, Provinsi Banten. Letak dessa ini tidak begitu jauh dari Jakarta. Lokasinya mudah dijangkau sekitar 160 Km. Sedangkan kalau dari pusat pemerintahan Provinsi Banten di kota Serang, bisa dijangkau sekitar 78 Km. Bahkan untuk menuju pusat kota dari Desa Kanekes yaitu dari pintu masuk Desa Kanekes ke pusat kota Kecamatan Leuwidamar sekitar 27 Km, sedangkan jarak ke pusat kota Kabupaten Lebak di kota Rangkasbitung sekitar 50 Km.

Desa Kanekes (sumber https://osc.medcom.id/)


Letak desa yang berbukit-bukit untuk menjangkau terasa amat sulit karena desa Kanekes ini berada di pegunungan Kendeng. Luas desa tersebut berdasarkan Perda (Peraturan Daerah) Kabupaten tingkat II Lebak Nomor 13 Tahun 1990 adalah 5.101,85 Ha. Wilayah Kanekes seluas itu meliputi huma (ladang, kebun atau lahan pertanian), permukiman, serta hutan lindung. Masyarakat Baduy yang tersebar di sekitar 59 kampung.

Suku Baduy di Banten terbagi menjadi dua. Ada suku Baduy Dalam dan suku Baduy Luar, Masyarakat suku Baduy Luar sudah terkontaminasi dengan budaya luar/modern. Penggunaan barang elektronik dan sabun diperbolehkan oleh ketua adat yang disebut Jaro agar bisa menunjang aktivitas sehari-hari.  Baduy Luar juga bisa menerima tamu yang berasal dari luar Indonesia termasuk berkunjung bahkan bisa juga menginap di salah satu rumah warga Baduy Luar. Perbedaan yang lain yaitu dari cara berpakaian yang dikenakan oleh mereka. Pakaian adat atau baju keseharian masyarakat Baduy Dalam yaitu berupa balutan yang didominasi oleh warna putih, terkadang hanya bagian celananya yang bewarna hitam ataupun biru tua. Warna putih artinya adalah kesucian dan budaya yang tidak terpengaruh dari luar. Sedangkan pakaian Baduy Luar yang dikenakan adalah baju serba hitam atau biru tua saat beraktivitas.
Masyarakat baduy Luar dengan pakaian adat hitam/biru (sumber https://id.wikipedia.org/)


Di desa Kanekes tinggallah seorang warga Baduy yang peduli dengan kemajuan desanya. Narman, seorang pemuda yang mengharapkan Desanya menjadi desa yang mampu berdaya dan berkarya demi kemajuan dan perkembangan desanya. Desa yang akhirnya masuk ke dalam 50 desa wisata terbaik ADWI 2022 ini, mendapat kesempatan dikunjungi oleh Menteri Pariwisata dan Ekonomi Kreatif (Menparekraf) Indonesia, Sandiaga Uno.



                                  Narman (sumber: https://money.kompas.com/)

Berawal dari keresahan Narman mengenai desanya. Desanya ini banyak memiliki kekhasan dan kerajinan tangan yang dibuat sendiri oleh masyarakatnya. Setiap hasil karya masyarakat Baduy sangat unik dan khas. Tapi mengapa tidak bisa diperkenalkan ke luar Desa Baduy? Padahal kalau sudah dikenal oleh Masyaraat di luar Baduy, justru akan menambah pendapatan masyarakat dari hasil penjualan kerajinan tangan tersebut. Namun karena adanya peraturan adat-istiadat yang tidak memperbolehkan teknologi masuk ke dalam desanya, akhirnya Narman mencoba mencari cara bagaimana desanya bisa berkembang dan maju seperti desa-desa lain di provinsi Banten. Padahal di desanya ini adat istiadat yang ada harus dijaga dan tidak boleh dilanggar yaitu mengenai pelarangan penggunaan teknologi modern dalam kehidupan mereka sehari-hari.

Kerajinan tangan masyarakat Baduy (sumber https://banyuwangi-airport.co.id/)

Namun Narman, tidak peduli dengan larangan tersebut. Akhirnya dengan tekadnya yang kuat, Narman berupaya untuk memasarkan produk-produk kerajinan tangannya melalui internet. Narman mengetahui bahwa internet adalah pintu gerbang untuk mengenal dunia selain desanya dan juga pintu gerbang utama memperkenalkan desanya ke dunia luar. Sungguh suatu hal yang belum pernah dilakukan oleh warga masyarakat Kanekes. Kalaupun ada yang ingin melakukan ide tersebut, mereka merasa takut untuk melabrak aturan yang ada.

Narman merasa tidak peduli dengan aturan yang ada, yang dia pedulikan adalah tentang kemajuan desanya, bagaimana penghasilan masyarakat desa bisa bertambah dan sejahtera tanpa harus berjalan jauh ke kota untuk mencari penghasilan tambahan.

Seperti kita ketahui, bahwa banyak masyarakat Baduy keluar dari desanya menuju ke kota. Mereka berjalan kaki dengan baju adat khas yang dipakai sehari-hari yaitu pakaian hitam dan penutup kepala. Mereka melakukan hal tersebut karena pekerjaan mereka di ladang tidak mencukupi. Umumnya mereka berangkat dengan jumlah yang kecil yaitu 3 sampai 5 orang saja. di Kota mereka menjual madu dan kerajinan tangan yang mereka buat demi untuk mencukupi kebutuhan hidupnya sehari-hari.  Setelah terjual, mereka kemudian kembali ke desa dengan berjalan kaki berkilo-kilo meter juga. 

Hal inilah yang menjadi perhatian Narman untuk warga masyarakat desanya, supaya mereka tidak perlu memasarkan hasil panen ataupun kerajinan tangan yang mereka buat dengan berjalan kaki jauh ke kota. Cukup dengan internet, hasil panen ladang maupun kerajinan tangan yang dibuat bisa dipasarkan lewat internet dengan mudah dan cepat.

Narman anak kedua dari empat bersaudara ini, adalah pemuda yang pemberani dan punya visi misi. Demi kemajuan desanya, Narman ikut menjualkan dan memasarkan produk kerajinan tangan masyarakat desanya. Untuk itulah, dia menggandeng 25 orang pengrajin Baduy agar mau bermitra dengannya. Bukan untuk kepentingannya tapi yang utama adalah kepentingan warga desanya. Ketertarikan Narman untuk memasarkan produk kerajinan tangan tersebut berawal dari adanya pameran Baduy festival yang diselenggarakan oleh Pemerintah Daerahnya. Dari situlah, Dia berpikir, Bagaimana kalau hasil kerajinan desaku juga bisa dipamerkan di sebuah pameran. 

Narman tidak belajar atau kursus internet dari siapapun. Semua ilmu yang dia dapatkan tentang internet dipelajari secara otodidak. Keseriusannya belajar internet dia tekadkan. Bahkan rela menempuh dengan berjalan kaki sejauh 2 Km ke Desa Ciboleger untuk belajar internet dan komputer. Sungguh tekad yang luar biasa. Tak hanya itu, Narman juga belajar membaca dan menulis. Keinginannya sangat kuat. Saat itulah dia antusias sekali belajar demi bisa maju seperti teman-temannya yang lain yang di luar Desa Baduy.

Apa yang dilakukan oleh Narman, banyak mengalami penolakan terutama oleh Kepala Adat desanya di Baduy Luar.

“Kepala adat bilang  bahwa jika saya terus melanjutkan kegiatan ini, saya tidak diperbolehkan menjadi orang Baduy lagi, karena menurut Kepala Adat kegiatan saya bukan kegiatan orang Baduy. Hal itu menjadi teguran keras bagi saya,” kata Narman.

Narman pun melakukan pembelaan, bahwa apa yang dilakukannya justru bukan merupakan hal yang bisa merusak adat-istiadat masyarakatnya. Dia berupaya agar bisa membantu masyarakat di desanya maju dan berkembang sehingga perekonomian warganya menjadi lebih baik seperti desa yang lain dengan tetap mempertahankan adat istiadat yang ada.

"Saya tidak bermaksud untuk mengubah desa saya yang awalnya diam, tenang menjadi desanya yang penuh dengan hingar-bingar. Tapi saya hanya ingin supaya masyarakat desa bisa hidup dengan mempunyai penghasilan sendiri dari apa yang dimilikinya terutama kerajinan tangan."

Sampai akhirnya, dengan kesabarannya memberikan pemahaman kepada kepala Adat Baduy Luar, mereka mengerti apa yang dimaksudkan oleh Narman. Namun Narman masih belum berani untuk menyampaikan ide tersebut kepada Kepala Adat Baduy Dalam. Karena Baduy Dalam ini sangat ketat aturan adat istiadatnya. Benar-benar desa di Baduy Dalam ini terjaga dari dunia luar dan tidak mau menerapkan teknologi di dalam desanya, bahkan peneranganpun tidak ada. Beda dengan Baduy Luar yang mampu menerima masukan demi kemajuan desanya.

Instagram Baduy Craft (sumber instagram)

Pada tahun 2016, Narman membuat Baduy Craft sebagai bisnisnya. Dia membuat beragam kerajinan tangan yang merupakan hasil produksi dari pengrajin desanya. Dia kelola sendiri dan memiliki tim produksi sendiri dalam memasarkan produknya. 

Tantangan lainnya terhadap ide yang dilakukan Narman dalam memajukan desanya yaitu, akses yang harus dilaluinya saat memasarkan produk kerajinan tangan yang ada. Dia harus berjalan berkilo-kilo meter ke desa yang ada akses internet dan komputer hanya demi untuk membalas chat dari pelanggannya. Kebayang nggak sih, berjalan kiloan meter itu susah dan melelahkan. 

Untuk pengiriman barang yang dipesan oleh pelanggan, Narman harus rela berjalan sejauh 12 Km melalui agen pengiriman logistik terdekat. Cukup meleahkan ya. Tapi tekad Narman terus maju dan tak pantang menyerah dengan berbagai tantangan yang ada. Menurutnya, hal itu bukanlah tantangan berat baginya. Justru tantangan terberat adalah dirinya sendiri. Bagaimana  dia bisa memanajeman usahanya, membantu dan menyemangati teman-teman atau masyarakat pengrajin supaya lebih bersemangat dalam berproduksi dan berinovasi dan masih banyak lainnya.  

Hasilnya membuahkan hasil. Pendapatan masyarakat Baduy Luar meningkat. Kerajinan tangan yang dihasilkan makin banyak dan berinovasi.  Produk-produk yang dihasilkan bisa lebih luas lagi untuk dijual. Jadi tidak perlu mengandalkan kedatangan wisatawan dalam negeri atau luar negeri datang ke desanya.  hal tersebut berdampak besar terhadap perekonomian desanya yang makin meningkat. 

Kerajinan tangan Baduy Craft (sumber instagram Baduy Craft)


Hingga akhirnya pengrajin yang ikut bergabung dengan Narman mencapai ratusan orang dan omset yang dihasilkan per bulannya yaitu sekitar 50 juta rupiah. Cukup besar bukan?

Hal lain yang dilakukan oleh Narman, demi lebih memajukan desanya yaitu, dengan sering mengikuti pameran-pameran di berbagai desa dan daerah. Narman ingin memperkenalkan desanya supaya banyak yang tahu ke masyarakat yang lebih luas supaya bisa memperkuat identitas budaya Baduy lebih melekat lagi secara luas. 
Pameran Baduy Craft (sumber Instagram Baduy Craft)


Atas usaha dan prestasinya tersebut, Narman akhirnya terpilih sebagai salah satu peraih Apresiasi SATU Indonesia Awards pada tahun 2022. Narman adalah pemuda yang mampu memadukan kearifan lokal dengan teknologi modern tanpa harus mengorbankan atau merusak norma-norma dan aturan adat istiadat yang berlaku. 



Semoga apa yang dilakukan Narman, bisa berdampak baik bagi Masyarakat Baduy di masa yang akan datang, terutama bagi para generasi penerus Baduy demi keberlangsungan peningkatan ekonomi masyarakat Baduy. Selain itu juga bisa ditiru oleh desa-desa lainnya yang memiliki nasib yang sama dengan Baduy. 


Referensi:
https://osc.medcom.id/
https://money.kompas.com/
https://banyuwangi-airport.co.id/

Tidak ada komentar