Tutus Setiawan: Berjuang Dengan Hati Meski Mata Tak Dapat Meniti


“Perjuangan saya tak akan berhenti sampai disini saja. Saya akan tetap berjuang untuk teman-teman tunanetra sebisa mungkin dan semampu saya. Perjuangan ini tidak akan pernah selesai. Makin hari perjuangan ini makin berat meskipun saya tidak mendapat apa-apa. Semua itu karena hati saya yang berbicara.” Tutus Setiawan.

PERJALANAN HIDUP SEORANG TUTUS SETIAWAN 



Tutus Setiawan adalah seorang tunanetra asal Surabaya - Jawa Timur yang berjuang untuk teman-teman disabilitas khususnya tunanetra agar mereka bisa mendapatkan kesempatan di bidang Pendidikan. Beliau mengalami kebutaan sejak kecil karena mengalami kecelakaan saat umur 8 tahun dengan adanya benturan di kepala. Sudah dilakukan operasi sebanyak 3 kali namun mengalami kegagalan yang berakibat kebutaan pada matanya.

Sosok Tutus Setiawan, Pendiri LSM LPT (Lembaga Pemberdaya Tunanetra)

Pertemuan saya dengan Pak Tutus juga berawal saat saya melihat sebuah iklan di TV yang menayangkan tentang perjuangan Bapak Tutus sebagai sosok tunanetra yang inspiratif. Lalu terbersit keinginan untuk mendatangi beliau di Surabaya dan mengetahui lebih dalam apa yang selama ini telah beliau perbuat hingga bisa terpublikasi di TV. 

Kebetulan awal bulan Desember kemarin saya mudik ke Surabaya. Perjalanan yang cukup lama dengan jarak tempuh 12 jam menggunakan kereta dan dengan waktu yang terbatas, saya tetap bertekad untuk mendatangi rumah Pak Tutus dan mewawancarainya. Akhirnya dengan naik motor bersama adik saya, kami menyusuri jalanan Surabaya dan sempat nyasar juga. Alhamdulilah rumah Pak Tutus bisa kami temukan. 

Saat tiba di depan rumahnya, kami sudah disambut oleh sosok wanita yang sedang menggendong seorang bayi. Ternyata beliau adalah istri Pak Tutus yang sedang menggendong anak ketiga mereka. Saya dipersilahkan masuk dan menunggu di ruang tamu. Di ruang tamu ini banyak terdapat kardus-kardus yang berisi perangkat yang memudahkan para tunanetra beraktivitas seperti tongkat untuk tunanetra, alat tulis, ada juga globe timbul yang ditempel di dinding rumahnya, piagam penghargaan dari Astra sebagai sosok inspiratif dan lukisan dirinya.

Alat-alat khusus untuk tunanetra



Beberapa saat kemudian, datanglah Pak Tutus dengan diikuti kedua putranya yang masih kecil dan ganteng-ganteng menemui saya dan adik saya. Kami saling memperkenalkan diri masing-masing. Perbincanganpun dimulai dan Pak Tutus banyak menceritakan tentang diri dan LSM yang didirikannya. 

Sejak mengalami kebutaan tersebut, Bapak Tutus akhirnya disekolahkan di SLB (Sekolah Luar Biasa). Namun beliau saat itu menolak keras meskipun sudah dibujuk dengan beragam cara oleh orang tuanya karena beliau merasa masih sanggup bersekolah di sekolah umum. Hingga akhirnya beliau mau dan melanjutkan pendidikan SD di SLB. Di sana beliau bertemu dengan teman-teman yang bernasib sama. 


Melanjutkan pendidikan SMP pun juga di SLB. Namun ketika ingin melanjutkan pendidikan SMA, tidak ada sekolah yang berbasis SLB. Akhirnya mencoba mendaftar di beberapa SMA reguler/umum, namun mengalami banyak penolakan disebabkan di sekolah umum tidak ada peralatan khusus untuk mengajar siswa tunanetra. 


Sampai akhirnya beliau datang dan mendaftar sendiri di sekolah umum. Awalnya mengalami penolakan. Namun karena tekadnya ingin melanjutkan sekolah SMA, sampai akhirnya beliau menantang kepala sekolahnya. 


“Beri saya kesempatan sekolah di sini, Pak. Kalau dalam satu caturwulan ini saya tidak bisa mengikuti pelajaran, maka saya akan keluar sendiri. “ ujar Pak Tutus saat itu. 



Akhirnya beliau diterima di sekolah SMA Kemala Bayangkari 2 di Jl. Gresik. Di awal masuk SMA umum, rasa mindernya sangat tinggi karena sejak awal sudah terbiasa dididik di sekolah yang siswanya sama-sama tunanetra. Namun saat harus sekolah di sekolah umum, kepercayaan dirinya menciut dan tidak banyak bergaul dengan teman-teman. Satu-satunya temannya adalah seorang anak yang memiliki penyakit epilepsi. 


Satu caturwulan berjalan, ternyata beliau bisa mengikuti pelajaran dan mendapatkan rangking pertama di kelas. Saat itulah kemampuan akademiknya meningkat drastis. Saat itulah beliau mempunyai banyak teman. Sampai akhirnya beliau memperoleh beasiswa dari pihak sekolah hingga lulus SMA. Sesuatu yang menjadi keberuntungannya dan patut disyukuri oleh beliau saat itu karena bisa mengurangi beban orang tuanya dalam hal biaya sekolah. 


Baginya peran orang tua lah yang sangat penting bagi kesuksesan pendidikannya terutama ibunya. Meskipun saat itu ibunya hanya sebagai ibu rumah tangga saja. Mulai dari merekam bahan-bahan pelajaran dari buku paketan umum menggunakan rekaman berupa kaset tinta di jamannya. Dari rekaman suara ibunya lah beliau bisa mempelajari pelajaran sekolah hingga bisa lulus. 


Menjadi tunanetra bukanlah hal yang diinginkannya. Namun masih saja banyak yang under estimate dan menganggap sebelah mata terhadap kondisinya saat itu. Namun beliau bisa melewatinya dengan sebuah prestasi kelulusan. Sejak saat itulah akhirnya banyak adik-adik kelasnya yang tunanetra bisa masuk ke sekolah umum tanpa hambatan lagi. 


Setelah lulus SMA, beliau melanjutkan kuliah di perguruan tinggi. Tekad yang bulat dengan mengikuti UMPTN (Ujian MAsuk Perguruan Tinggi Negeri). Beliau harus diterima di PTN, sebab kalau tidak lulus UMPTN, maka orang tuanya tidak bisa membiayai kuliahnya. Dengan didampingi oleh temannya untuk membacakan soal-soal UMPTN dan beliau cukup menjawabnya di kertas ujian, akhirnya luluslah UMPTN dan diterima di UNESA (Universitas Negeri Surabaya) dengan mengambil jurusan Pendidikan Luar Biasa. Meskipun selama kuliah tidak ada layanan dan fasilitas khusus bagi mahasiswa tunanetra, tapi beliau bisa mengikuti kuliah dengan baik. 


Selama kuliah, beliau banyak dibantu oleh teman-temannya. Cara belajarnya yaitu sambil diskusi dengan teman satu jurusan mengenai isi sebuah buku. Bagi seorang tunanetra seperti beliau, yang dibutuhkan bukanlah sebuah kepintaran tetapi memiliki banyak teman. Modal utama adalah banyak berinteraksi dengan orang lain dan memiliki banyak teman. Dari teman-teman itulah beliau bisa mendapatkan banyak bantuan yang bisa memudahkannya belajar saat kuliah. 


Untuk membuat dan menyelesaikan tugas-tugas kuliah, beliau menggunakan mesin ketik portable manual yang mengeluarkan suara cukup berisik. Mesin ketik itulah ­­­­­yang membantunya bisa berkomunikasi dengan orang normal terutama dosennya saat kuliah. Alhamduliah saat mengerjakan skripsi, dipermudah dengan adanya laptop. 


Selama kuliah beliau tinggal di asrama UNESA. Untuk akomodasi ke kampus cukup berjalan kaki saja. Tak disangka beliau mendapatkan beasiswa peningkatan prestasi akademik. Hingga akhirnya beliau bisa menyelesaikan kuliah dan lulus dengan nilai baik.

Sekolah tempat Bapak Tutus mengajar sebagai guru PNS SMPLB-A


Ruang kerja Bapak Tutus Setiawan



Setelah lulus kuliah pada tahun 2004, beliau berkeliling hingga ke luar kota untuk mencari pekerjaan. Ketika mendapatkan pekerjaan, gajinya justru tidak mencukupi karena biaya akomodasi antara rumah dan tempat kerja yang cukup besar, apalagi jaraknya yang cukup jauh. Kemudian belian melamar menjadi guru bantu di sebuah SLB dan diterima di sana walaupun hanya digaji sekitar 400 ribu rupiah hingga 700 ribu rupiah. Hingga akhirnya beliau diangkat menjadi guru PNS pada tahun 2008. Kemudian melanjutkan kuliah S2 di UNESA dengan jurusan yang sama pada tahun 2013 dan menikah dengan mantan muridnya. Hingga sekarang sudah dikaruniai 3 orang anak.

Akomodasi Pak Tutus saat bekerja adalah ojek online


Namun yang menjadi hambatan bagi Bapak Tutus adalah masalah transportasi karena butuh biaya yang besar. Seperti kita ketahui bahwa aksesibilitas bagi tunanetra itu terbatas, jadi mau tidak mau harus menggunakan aksesibilitas yang mudah tapi cukup mahal seperti ojek pangkalan atau ojek online yang bisa mengantar pulang pergi dengan cepat dan mudah. Bahkan bagi Bapak Tutus hampir 25% dari gajinya digunakan untuk biaya transportasi. 

MENDIRIKAN LSM DENGAN HATI 


Selama kuliah Bapak Tutus sudah sibuk berorganisasi sehingga akhirnya beliau mendirikan LSM (Lembaga Sosial Masyarakat) sendiri sejak tahun 2003 dengan diberi nama LPT (Lembaga Pemberdaya Tunanetra). Hal yang mendorongnya mendirikan LPT akibat banyaknya diskriminasi terhadap penyandang disabilitas khususnya tunanetra. Momok utama di masyarakat bahwa tunanetra itu orang yang butuh dikasihani dan tidak berguna di masyarakat serta jarang diberi kesempatan untuk mengeksplorasi kemampuan mereka.

Aktivitas Pak Tutus saat menjadi mentor di LSM LPT



Beberapa hambatan dan diskriminasi yang dialami oleh tunanetra yaitu adanya penolakan terhadap tunanetra saat ingin bersekolah di sekolah reguler, mencari pekerjaan dipersulit, ketika berjalan di tempat publik para tunanetra menjadi sorotan banyak orang. Padahal masyarakat Indonesia ini adalah negara yang beradab dan memiliki jiwa sosial yang tinggi. Namun masih ada diskriminasi terhadap para disabilitas. Sesuatu hal yang bertolak belakang. 


Sejatinya para tunanetra ini mempunyai jalur sendiri. Seumpama orang berlari, orang disabilitas itu mempunyai jaur/lintasan sendiri dan berbeda dengan yang lainnya. Contohnya teman disabilitas seringkali tidak lolos tes intelektual di sekolah umum sehingga tidak bisa bersekolah di sana. Padahal banyak teman disabilitas yang memiliki hambatan secara intelektual. Kalau bicara tentang pendidikan inklusi, maka semua anak dengan Intelektual berapapun dan disabilitas apapun seharusnya bisa masuk sekolah umum tanpa tes. Hal itulah yang tidak diakomodir oleh sekolah-sekolah umum yang ada di Jawa Timur.

Pak Tutus memberikan pelajaran tentang peta timbul kepada muridnya. 



Padahal dulunya sebelum ada Pendidikan Inklusi, teman-teman tunanetra bisa bersekolah dimanapun yang dia mau. Tapi sejak ada pendidikan inklusi, sekolah umum tidak lagi mau menerima teman disabilitas. Kalau mau sekolah ya sebaiknya sekolah di SLB saja. Hal Itulah yang cukup merugikan teman-teman disabilitas karena akses untuk menuju sekolah SLB itu jauh dari tempat tinggal mereka. Jadi alternatifnya adalah bisa sekolah di sekolah umum yang terdekat. 


Oleh karena itu, perlu adanya sebuah perubahan dan action untuk memperjuangkan diri sendiri dan komunitas sesama tunanetra serta untuk merubah stigma negatif di masyarakat terhadap para tunanetra. 


Awalnya LSM yang didirikan oleh Bapak Tutus ini ada 10 mentor yang terdiri dari 5 orang tunanetra dan 5 orang normal. LSM yang dibentuk tersebut bersifat mandiri dan tidak terinterfensi oleh siapapun termasuk pemerintah. Itulah yang membuat LSM ini mampu dan berani menyuarakan suara hati mereka. 


Dalam satu waktu antara kuliah dan kegiatan LSM ini berjalan bersamaan, bahkan beliau sempat meninggalkan skripsinya sesaat. Namun akhirnya semua hal tersebut bisa dihadapi dengan mudah. Bahkan sempat melibatkan para dosen dalam kegiatan LSM nya. 

Pelatihan outbond untuk anak didik Pak Tutus di LPT 


LSM yang bernama LPT ini tetap berjalan sampai dengan detik ini. Semua itu berkat kesenangan dan hobinya dalam berorganisasi disamping suara hatinya yang ingin memperjuangkan hak bagi para tunanetra. LPT ini adalah organisasi tunanetra pertama kali yang ada di Jawa Timur. Pelatihan yang diadakan di LPT yaitu pelatihan komputer bicara, advokasi, operator telepon dan lainnya. Awal mendirikan LPT adalah karena NIAT meskipun tanpa modal apapun. Hanya mengandalkan uang saku di waktu kuliah. Bahkan tempat untuk berkegiatan pun berpindah-pindah tempat. Itupun terjadi sejak beliau belum menikah. Namun setelah menikah, akhirnya kegiatan LSM ditempatkan di rumah orang tuanya. 


LPT ini memiliki 3 fokus kegiatan besar yaitu Pelatihan, Advokasi, dan Riset. 

1. Pelatihan. Pelatihan yang ada contohnya komputer bicara, advokasi, orientasi mandiri, braile, operator telepon dan lainnya. Pelatihan ini diberikan kepada anak-anak di luar SLB terutama bagi mereka yang merasa kesusahan mengikuti kegiatan pelajaran di sekolah umum, maka bisa langsung belajar ke LPT. Namun belajarnya tidak bisa secara rutin tetapi harus janjian terlebih dahulu. Bimbel yang diadakan ini free. Bahkan mentornya tidak digaji. Mentor akan diberi honor kalau ada proyek saja. Contohnya proyek dari pemerintah Amerika yaitu Disabilitas Right Fun.

Pelatihan komputer berbicara untuk murid tunanetra

Pelatihan musik untuk murid tunanetra


2. Advokasi. Advokasi yaitu pendampingan untuk teman disabilitas yang mengalami diskriminasi. Misalnya jika ada anak disabilitas yang mau masuk ke sekolah umum/regular mendapat penolakan, maka LPT akan maju untuk mendampingi mereka supaya tetap bisa masuk dan diterima di sekolah umum. 


3. Riset 


Riset yang dilakukan yaitu fokus kepada regulasi tentang Pendidikan Inklusi yaitu pendidikan untuk anak yang sekolah di luar SLB dan bergabung dengan sekolah umum. Karena selama ini jika para disabilitass sekolah di sekolah umum, banyak mengalami hambatan, seperti kurangnya layanan dan fasilitas. Permasalahannya yaitu tidak ada regulasi/payung hukum yang mengatur hal tersebut. Oleh karena itu, perlu dibuat peraturan setingkat Perda atau Peraturan Walikota. Kemudian Pak Tutus bersama LSM berusaha untuk menyusun dan membuat draft pendidikan bagi para disabilitas untuk kemudian diusulkan menjadi sebuah peraturan dengan melakukan survey ke 15 sekolah yang ada di Surabaya mengenai bagaimana layanan pendidikan yang ada di sana. 


Riset dan survey yang lainnya dilakukan dengan beberapa tim yang ada dan menemukan bahwa bangunan publik di Surabaya ini belum sepenuhnya memudahkan aksesibilitas bagi para disabilitas. Padahal di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung dan Jogjakarta, kemudahan aksesibilitas bagi disabilitas sudah mulai diperhitungkan. Surabaya sepertinya masih tertinggal dan belum ada perubahan sama sekali. 


Permasalahan lainnya yaitu para tunanetra yang ada saat ini hanya direkrut dan dilatih untuk menjadi tukang pijat dan pengamen. Sehingga muncullah stigma bahwa pekerjaan tunanetra hanya bisa jadi tukang pijat atau pengamen. Saat mereka bekerja di panti pijat belum ada jaminan ketenagakerjaan dan jaminan lainnya yang menunjang pekerjaan mereka. Itulah yang menjadi keresahan Pak Tutus dan lembaganya. 


Sebenarnya pada tahun 1997 sudah ada UU tentang disabilitas. Bahkan di dunia sudah ada ratifikasi UU disabilitas. Di Indonesia ratifikasi disabilitas baru ada pada tahun 2007 dan disahkan pada tahun 2011. Hanya saja masyarakat belum paham apa dan bagaimana isi dari UU tersebut. Oleh karena itu, LSM ini bergerak untuk mensosialisasikan dan menyebarkan kepada masyarakat tentang UU tersebut. Sampai akhirnya pergerakan disabilitas se-Indonesia ini semakin gencar. 

“Pergerakan kita ini dilakukan secara berjejaring dari seluruh nusantara, Mbak. Biasanya kita sering melakukan kegiatan kumpul-kumpul dengan teman-teman se-Indonesia.” Ucapnya. 



HAMBATAN BERORGANISASI MENDIRIKAN LSM



Ada beberapa hambatan yang dialami oleh Bapak Tutus selama berorganisasi yaitu: 


1. Adanya konflik antar individu di dalam organisasi seperti adanya perbedaan cara berpikir terutama waktu, tenaga dan pikiran. 


Masalah tenaga, saat ini hanya tersisa 3 orang mentor dari 10 orang mentor yang ada pada saat awal berdiri dan ketiganya adalah tunanetra yang sangat militan. Namun masing-masing bisa menerima perbedaan yang ada. Berdirinya LSM ini yang dibutuhkan adalah kerja keras dan ikhlas. LSM tidak bisa menggaji para mentornya, namun para mentornya sendirilah yang bisa menggaji dirinya dari pekerjaannya sendiri. Karena kekurangan tenaga mentor, akhirnya diterimalah mentor dari orang-orang luar yang mau membantu organisasi ini dengan ikhlas terutama saat mendampingi teman-teman disabilitas. 

Pak Tutus saat bersantai dengan anak istrinya di rumah


Masalah waktu, yaitu Bapak Tutus sulit membagi waktu antara berorganisasi dengan mengajar di SLB. Karena yang harus diutamakan adalah pekerjaannya mengajar di SLB. Jadi kalau mau berkegiatan di LSM seperti melakukan demo harus mengajukan ijin kepada Kepala Sekolah terlebih dahulu. Kegiatan di LSM hanya dilaksanakan di hari Sabtu dan Minggu saja misalnya kegiatan seminar atau mengajak anak-anak tunanetra berwisata. Dengan kegiatannya yang padat antara mengajar di sekolah dan di LSM, sempat mendapat protes dari anak dan istri pak Tutus. 


“ Apakah Bapak pernah capek dan ingin menyudahi semua ini, sementara perjuangan Bapak belum sepenuhnya tercapai?” Tanyaku. 


“Semua itu tergantung dari HATI, Mbak. Saya orangnya senang berkegiatan. Kalau saya merasa capek dan berhenti, lalu siapa yang akan meneruskan perjuangan ini. Kita tetap masih harus berjuang, Mbak. Mungkin tidak saat ini kita bisa menikmati hasilnya. Tapi mungkin nanti untuk generasi penerus kita. Kita hanya menunggu waktu yang tepat saja.“ ujar Pak Tutus dengan penuh semangat. 



SAAT PERJUANGANNYA TEREKSPOS 


Lima tahun sudah LPT ini berjalan, selama itu dana yang dikumpulkan hanya dari urunan anggotanya. Membuat proposal dan diajukan ke berbagai lembaga pemerintahan maupun swasta. Sehingga akhirnya banyak mendapat bantuan dari para guru yang ada di sekitarnya. Dari situlah akhirnya LPT yang didirikan oleh Bapak Tutus ini mulai banyak yang tahu keberadaannya dan mulai terekspos oleh media massa. Sampai akhirnya LPT ini mendapatkan penghargaan dari Pemerintah Surabaya pada tahun 2010 sebagai Lembaga yang terinovasi dengan pangsa pasar anak muda yang masih produktif.

Piagam penghargaan untuk Pak Tutus dari Walikota Surabaya



Hingga akhirnya pada tahun 2015-2018, LPT ini mendapat bantuan dari Amerika sebesar 500 juta rupiah. Bantuan tersebut digunakan untuk melakukan kegiatan pendampingan advokasi bagi teman-teman tunanetra di Surabaya. 


Sampai akhirnya nama LPT mulai terangkat dan terekspos oleh banyak media termasuk juga pemerintah kota Surabaya. Bapak Tutus mulai melakukan talkshow di radio dan seminar ke masyarakat luas untuk mempublikasikan dan menyampaikan ke masyarakat bahwa kita punya kemampuan dan tidak butuh diperlakukan berbeda dengan orang normal. 


LPT yang didirikan oleh Pak Tutus pernah mendapat proyek yaitu dari tahun 2007-2011 berupa kerja sama dgn LSM luar negeri yaitu dari Handicap Internasional negara Prancis. Hampir 4 tahun proyek berjalan dan ternyata mereka senang dengan progress yang telah dicapai oleh Pak Tutus dan lembaganya. 


Walaupun sudah bejuang sejak tahun 2003 dan hasil yang diharapkan belum sesuai, namun perjuangan ini belum berakhir. Semakin hari perjuangan semakin berat, apalagi undang-undang tentang disabilitas yang sudah ada belum sepenuhnya diterapkan. 


SOSOK YANG INSPIRATIF 


Seiring berjalannya waktu mendirikan LSM sampai saat ini, tiba-tiba tahun 2013, Pak Tutus terdaftar sebagai nominasi peraih penghargaan dari PT. Astra Internasional, tbk sebagai sosok yang inspiratif. Namun saat itu masih belum masuk sebagai pemenang. 


Pada tahun 2014 beliau masuk kembali sebagai nominasi peraih penghargaan PT. Astra Internasional, tbk sebagai sosok yang inspiratif dan masuk ke dalam 50 besar. Kembali lagi tidak masuk sebagai pemenang. 


Selanjutnya pada tahun 2015, masuk kembali sebagai nominasi 20 besar. Pada saat itu, di bulan September, pihak PT. Astra Internasional, tbk melakukan survey terhadap kegiatan-kegiatan LSM yang dinaungi oleh Bapak Tutus Setiawan ini. Sehingga akhirnya beliau masuk ke dalam 12 besar sebagai sosok yang inspiratif untuk meraih penghargaan sebagai penerima SATU Indonesia Awards 2015 dari Astra. 

Pak Tutus dan pialanya sebagai pemenang Satu Indonesia Award dari Astra


Kriteria dari penyeleksian dari pihak Astra sebagai sosok yang inspiratif di bidang Pendidikan yaitu adanya pemuda pemudi yang memiliki peranan besar dan berdampak positif bagi masyarakat sekitarnya. Yang menarik perhatian pihak Astra bahwa dengan kondisi beliau yang terbatas dan menjadi tunanetra, justru beliau masih bisa memikirkan orang-orang di sekitarnya. Beliau memiliki perjuangan tinggi untuk meningkatkan kemampuan dan potensi teman-teman tunanetra supaya bisa berdaya di lingkungannya. 


Saat itulah beliau diundang ke Jakarta oleh pihak PT. Astra Internasional, tbk. Pemenang di bidang Pendidikan ini. Sebenarnya ada dua orang dan Bapak Tutus Setiawan adalah salah satunya. Sungguh sebuah penghargaan yang tidak terduga bagi beliau, karena selama ini beliau tidak pernah mengajukan diri untuk mengikuti pemilihan tersebut. Bahkan tidak pernah tahu siapa yang mengajukan dirinya untuk mengikuti pemilihan tersebut. Padahal waktu itu ada sekitar 2071 sosok inspiratif yang diajukan. Beruntungnya, beliaulah yang menjadi salah satu pemenangnya. 


PT. Astra Internasional, tbk adalah perusahaan multinasional yang banyak membantu dan memberikan support dengan melakukan kegiatan CSR di masyarakat. Bentuk partisipasi yang dilakukan oleh PT. Astra Internasional, tbk terhadap Bapak Tutus dan LSM nya yaitu berupa support yang luar biasa berupa diadakannya sebuah bentuk publikasi tentang Bapak Tutus dan LSM yang didirikannya dalam bentuk video yang ditayangkan di televisi. Selain itu juga menyebarkan pemberitaan tentang beliau dan LSM nya di berbagai media. Hal tersebut dimaksudkan supaya masyarakat tahu dan paham bahwa ada sebuah komunitas disabilitas yang bergerak dan berjuang untuk para disabilitas.


Sampai sekarang pun Bapak Tutus dan Pihak PT. Astra Internasional, tbk tetap menjalin hubungan baik dan saling sharing tentang progress LSM yang dijalani beliau. Bahkan beliau sering diundang oleh Astra untuk mengikuti beberapa event dan acara yang diadakan oleh Astra seperti pelatihan komputer berbicara yang diadakan di Jakarta. Itulah sebuah bentuk keberpihakan Astra terhadap tunanetra di bidang Pendidikan. Bahkan di kantor Astra sudah menerima beberapa pegawai yang tunanetra untuk dipekerjakan di kantornya. 


Hampir tiap tahun para pemenang penerima SATU Indonesia Awards 2015 dari PT. Astra Internasional, tbk ini dikumpulkan di Jakarta untuk saling sharing. Mulai dari pemenang tahun 2010 sampai tahun 2019. Diharapkan dengan adanya pertemuan tersebut, bisa dilakukan sebuah kolaborasi dari beberapa elemen sehingga bisa memberikan ruang dan manfaat bagi masyarakat sekitar. 


HARAPAN YANG TAK PERNAH PUDAR 


Sebagai sosok yang sangat peduli dengan masa depan para disabilitas, Bapak Tutus memiliki beberapa harapan ke depannya, yaitu: 


1. “Ini adalah dunia saya. Saya berharap ke depannya, LSM ini akan memiliki banyak funding yang bisa mensupport keberlangsungan Lembaga ini dan tidak berhenti sampai disini saja.” Ujar Bapak Tutus. 


2. Bapak Tutus berharap agar teman-teman disabiltas tetap berjuang dan tetap mau eksis sehingga tidak merasa tertinggal dengan teman lainnya yang normal. Selama ini yang menjadi penyakit utama bagi teman disabilitas yaitu tidak ada kemauan untuk memotivasi diri sendiri untuk maju. Takut untuk diajak berjuang dan selalu mengharapkan imbalan apa yang akan didapat. Padahal kita berjuang itu hasilnya bukan cuma untuk diri sendiri saja. Tapi juga untuk generasi penerus kita yang akan datang. 


3. Diharapkan regulasi yang sudah ada bisa diaplikasikan bukan dalam bentuk aturan saja tapi bagaimana implementasinya. Berharap dengan adanya dukungan dan support dari pihak Astra ini bisa menjadi nilai positif dalam mensupport teman-teman disabilitas dalam hal pendidikan dan pekerjaan serta kesempatan-kesempatan yang lain.

Saya dan keluarga kecil Pak Tutus

Perjuangan Pak Tutus akan terus berjalan karena hati dan semangat untuk melihat sesama tunanetra bisa mendapatkan haknya dalam dunia pendidikan. Semuanya demi mengangkat derajat mereka, agar mereka bisa berdaya di dalam masyarakat dan sekitarnya. Berdaya dalam segala hal hingga mampu berdiri sendiri dalam segala hal. Tak ada yang berbeda dari seseorang yang tunanetra. Yang berbeda hanyalah mata yang tak dapat melihat.

Sebuah hati akan terus tergerak untuk mencapai apa yang ingin diperjuangkan, meskipun mata ini tak dapat meniti.

#KitaSATUIndonesia #IndonesiaBicaraBaik






4 komentar

Andrie K mengatakan...

Dari perjalanan Bapak Tutus ini memberikan inspirasi yang mendalam untuk kita semua, bahwa masih ada jalan yang bisa kita capai walaupun terdapat kekurangan dari apa yang kita miliki. Tetap bersyukur selalu, dan tetap melangkah maju :

Injeksi Beton Lamongan mengatakan...

Nice post! Sangat salut dengan apa yang telah dilakukan.. Tetap Semangat..

Jual Folding Gate Pangkalpinang mengatakan...

hebat banget harus di apresiasi untuk kang setiawan ini...semoga sehat selalu ya dan bisa memotivasi yang lain nya...

Panahan.co.id mengatakan...

Sukak banget sama tulisannya!